DARI VAS BUNGA HINGGA NAGA RAKSASA Dua desa di Bondowoso ini merupakan sentra kerajinan kuningan di Jawa      Timur. Berbagai jenis kerajinan tangan berbahan dasar kuningan diproduksi di      sana. Apa, sih, kelebihannya?
     Dua desa di Bondowoso ini merupakan sentra kerajinan kuningan di Jawa      Timur. Berbagai jenis kerajinan tangan berbahan dasar kuningan diproduksi di      sana. Apa, sih, kelebihannya?
 
   Dua orang lelaki, salah satunya bertelanjang dada, mengahdap perapian      berukuran satu meter persegi. Dengan peluh bercucuran, keduanya mengangkat      mangkuk berisi cairan kuningan. Lalu, menuangkannya ke dalam cetakan yang      sudah ditata rapi. Tentu mereka melakukannya dengan hati-hati. Itulah      kegiatan kuningan yang berada di Desa Cindogo dan Jurang Sapi, Kecamatan      Tapen, Kabupaten Bondowo, sekitar 200 km dari Surabaya.
 
   Di kawasan Jawa Timur, Bondowoso memang terkenal dengan kerajinan kuningan.      Bahkan, kerajinan ini sudah dikenal sejak zaman penjajahan Belanda. "Kami      tidak tahu, sejak kapan kerajinan kuningan ada di sini. Yang pasti sejak      zaman Belanda, mayoritas warga di sini sudah menjadikan kuningan sebagai      mata pencarian," ujar Abdul Muhni (44), salah satu perajin.
 
   Sentra kerajinan ini terdapat di Desa Cindogo dan Desa Jurang Sapi. Dua desa      ini letaknya berhadapan dan hanya dibatasi jalan raya yang menghubungkan      Bondowoso-Situbondo. Di sana sedikitnya terdapat 50 perajin. Di pinggir      jalan raya di dua desa ini terdapat beberapa show room yang memajang aneka      kerajinan berbahan kuningan. Mulai yang berukuran kecil, semisal tempat      lilin sampai sepanjang 7 meter berbentuk ular naga!
 
    ANDALKAN CETAKAN KUE
ANDALKAN CETAKAN KUE
   Kuningan produksi dua desa ini benar -benar merupakan kerajinan tangan.      Artinya, semua mengandalkan keterampilan dan ketekunan pembuatnya. Sama      sekali tidak menggunakan tenaga mesin. "Kalau perajin di daerah lain      biasanya menggunakan mesin pres, kami di sini tidak. Praktis semua      menggunakan keterampilan tangan," papar Muhni.
 
   Muhni mengaku sudah menekuni usaha ini sejak tahun 1976. Pantaslah ia sudah      sangat paham proses pembuatan kerajinan kuningan sejak awal hingga menjadi      barang jadi. "Yang pertama adalah membuat cetakan. Misalnya membuat burung,      pertama kali yang dilakukan adalah membuat mal atau cetakan berbentuk      burung."
 
   Menurut Muhni, cetakan bisa dibuat dari tanah liat atau kayu. Setelah sesuai      dengan bentuk dan ukuran yang diinginkan, mal tersebut diduplikatkan dalam      bentuk malam. Dengan demikian malam tersebut sudah berbentuk tiga dimensi.      Langkah berikut malam dilapisi tanah liat dan pastikan jangan sampai bocor.      Hanya bagian atas yang diberi lubang sedikit untuk memasukkan cairan logam.
  "Karena mal dari tanah liat ini berfungsi sebagai cetakan, jadi harus      membuatnya sebaik mungkin dan hati-hati. Kalau tidak, nanti ketika dituangi      besi cor panas akan pecah. Agar tak pecah dituangi logam panas, tanah untuk      membuat cetakan harus dipilih yang bagus. Tidak semua tanah bisa tahan      dengan panas yang tinggi," jelas Muhni.
     "Karena mal dari tanah liat ini berfungsi sebagai cetakan, jadi harus      membuatnya sebaik mungkin dan hati-hati. Kalau tidak, nanti ketika dituangi      besi cor panas akan pecah. Agar tak pecah dituangi logam panas, tanah untuk      membuat cetakan harus dipilih yang bagus. Tidak semua tanah bisa tahan      dengan panas yang tinggi," jelas Muhni.
 
   Kalau sudah berbentuk, besi cor yang panasnya ribuan derajat Celisius itu      diambil dari tungku perapian dan dengan hati-hati dituangkan ke dalamnya.      Sekitar satu jam kemudian setelah agak dingin, cetakan yang terbuat dari      tanah tersebut dipecah pelan-pelan hingga tinggal kuningan yang sudah      berbentuk.
 
   "Kalau sudah keluar dari cetakan, bukan berarti bentuknya sudah sempurna      sesuai dengan keinginan. Karena bentuknya masih kotor, maka perlu digosok,      diukir, baru kemudian dihias dengan cat seuai dengan bentuknya," tambah      Muhni.
 
   Andalan produk Muhni adalah cetakan kue. Ia membuat berbagai macam cetakan.      "Produksi saya ini disukai banyak masyarakat. Saya mengirimkannya ke      berbagai daerah," katanya bangga. Lewat usaha ini, Muhni mengaku bisa      menghidupi keluarganya. "Hasilnya lumayan, kok. Terbukti kuningan bisa      menghidupi warga desa ini."
     WARNA TAK PUDAR
   Tak jauh dari show room Muhni, terdapat UD Imanda di Jalan Raya Cindogo.      Usaha yang dikelola Suwendi ini banyak memproduksi kerajinan berukuran      besar. Di dalam show room yang tertata rapi itu, bertebaran barang-barang      kuningan yang berukuran besar. Bahkan ada patung ular naga dengan panjang 5      meter. Ada juga harimau dengan ukuran sama dengan harimau sungguhan.
  "Kami menerima pesanan dengan bentuk dan ukuran sesuai permintaan. Lebih      panjang dan lebih besar dari harimau ini, kami juga bisa, kok," ujar      Suwendi. "Pernah juga kami mendapat pesanan patung seukuran manusia normal.      Kami cukup diberi foto, saya bisa membuat bentuk tiga dimensinya."
     "Kami menerima pesanan dengan bentuk dan ukuran sesuai permintaan. Lebih      panjang dan lebih besar dari harimau ini, kami juga bisa, kok," ujar      Suwendi. "Pernah juga kami mendapat pesanan patung seukuran manusia normal.      Kami cukup diberi foto, saya bisa membuat bentuk tiga dimensinya."
 
   Pria yang menjalankan usaha milik kakaknya ini menambahkan, membuat      kerajinan ukuran besar ini tentu tak bisa cepat. Untuk membuat harimau,      misalnya, ia menyelesaikannya dalam waktu satu bulan. "Ini, kan, pekerjaan      seni. Tak bisa langsung jadi seperti barang pabrikan. Nah, untuk membuat      cetakan sesuai dengan bentuk dan ukuran asli, saya memiliki tukang yang      ahli," papar Suwendi.
 
   Setelah cetakan jadi, harimau atau ular naga itu masih harus dipahat lagi      secara hati-hati. Setelah itu, di bagian-bagian tertentu dilakukan      pengecatan. "Tujuan dipahat agar bagian-bagian tertentu bisa muncul. Inilah      yang membuat semakin tampak bagus."
 
   Barang-barang ukuran lebih kecil juga diproduksi Suwendi. Misalnya patung      burung bangau, tatakan lilin, bokor, vas bunga, lonceng rumah, sampai      suvenir untuk perkawinanan. "Menjelang bulan-bulan banyak orang nikah, di      sini juga menerima banyak pesanan," ujar Suwendi yang pernah berpameran di      berbagai kota di Indonesia.
 
   Tak heran, karya Suwendi digemari pasar dalam negeri. Bahkan, karyanya juga      sudah tersebar di berbagai belahan dunia. Dengan nada merendah Suwendi      mengatakan, "Bukan kami sendiri yang membawa ke sana, tapi melalui sponsor.      Terus terang jaringan internasional kami sangat kurang."
  Suwendi menjamin, sampai bertahun-tahun lamanya barang yang ia produksi tak      akan pudar warnanya. "Kami membuatnya dengan kuningan pilihan, sehingga tak      gampang pudar. Kalau kelihatan agak kusam, cukup dibersihkan dengan lap      kering. Untuk membersihkan jangan menggunakan bahan kimia," kata Suwendi      yang mematok harga produknya mulai dari Rp 25 ribu hingga Rp 5 juta.
     Suwendi menjamin, sampai bertahun-tahun lamanya barang yang ia produksi tak      akan pudar warnanya. "Kami membuatnya dengan kuningan pilihan, sehingga tak      gampang pudar. Kalau kelihatan agak kusam, cukup dibersihkan dengan lap      kering. Untuk membersihkan jangan menggunakan bahan kimia," kata Suwendi      yang mematok harga produknya mulai dari Rp 25 ribu hingga Rp 5 juta.
 
   SENI KUNINGAN DAN LUKIS
   Pasar luar negeri juga sudah ditembus Aisyah (40). Setidaknya sebulan sekali      Aisyah mengirimkan kerajinannya ke Malaysia. Bahkan, produk Aisyah lebih      banyak dipasarkan untuk pasar luar negeri. "Untuk pasar dalam negeri memang      sedikit. Paling-paling tarikan gordin yang saya kirim ke Bali," kisah ibu      tiga anak ini.
 
   Untuk pasar luar negeri, lanjut Aisyah, pihaknya mengirim barang setengah      jadi. Misalnya meriam kuno, buaya, senjata, gentong, dengan berbagai jenis      dan ukuran. "Jadi, setelah keluar dari cetakan, barang-barang itu saya kirim      ke Malyasia. Sampai di sana dipoles lagi sesuai yang diinginkan," tambah      Asiyah bersama suaminya, Abdul Muhni (44) mengelola usaha ini.
 
   Informasi yang diperoleh Aisyah, barang-barang tersebut diekspor lagi oleh      Malaysia ke berbagai belahan dunia. "Yang saya tahu, meriam paling banyak      diminati oleh orang-orang Eropa," tuturnya.
  Sayangnya, semua perajin yang NOVA temui, rata-rata mengatakan, belakangan      ini hasil kerajinannya kurang begitu memuaskan. Harga jual dengan biaya      produksi tidak sebanding. "Dulu sebelum BBM naik, harga satu kilo kuningan      di loak cuma Rp 10 ribu, tapi sekarang harga melonjak menjadi Rp 23 ribu,"      ujar Anis.
     Sayangnya, semua perajin yang NOVA temui, rata-rata mengatakan, belakangan      ini hasil kerajinannya kurang begitu memuaskan. Harga jual dengan biaya      produksi tidak sebanding. "Dulu sebelum BBM naik, harga satu kilo kuningan      di loak cuma Rp 10 ribu, tapi sekarang harga melonjak menjadi Rp 23 ribu,"      ujar Anis.
 
   Padahal, barang-barang yang dijual tersebut tidak bisa secara otomatis      dinaikkan sebesar seratus persen sesuai dengan kenaikan harga bahan baku.      "Makanya, belakangan ini produsen di sini agak sedikit seret, meski tidak      sampai mati," tambah Asiyah yang mewarisi usaha ini dari mertuanya.
 
   Kualitas produk amat diperhatikan perajin Ny. Anis. Ia mengaku kualitas      barang-barang yang dijual di tokonya di atas rata-rata show room lain. "Saya      bisa menjamin, secara kualitas maupun nilai seni, karya saya lain dari yang      lain," ujar Anis yang semua pengerjaan dilakukan oleh suaminya sepulang dari      mengajar sebagai guru.
 
   Masih kata Anis, ia dan suaminya juga membuat barang-barang yang memadukan      antara seni kerajinan kuningan dengan lukis. Salah satunya seekor bangau      dengan gambar timbul di atas lempengan kuningan yang terbingkai.
 
   Karya lain yang tak kalah eksklusif adalah jenis kaligrafi. "Maaf kedua      karya ini jangan difoto. Nanti kalau muncul di koran, pasti banyak yang      meniru," ujar Anis yang mematok harga masing-masing Rp 1,5 juta.    
Sumber : Tabloid Nova
Kerajinan Kuningan di Bondowoso
 Sunday, July 22, 2007 |
Sunday, July 22, 2007 |  Posted by
Kota Bondowoso
Posted by
Kota Bondowoso
 
 Labels:
Wisata
Labels:
Wisata
 
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
Labels
- android (1)
- Berita / News (35)
- Hiburan (8)
- Kuliner (1)
- Profil (2)
- Sejarah / History (5)
- Wisata (15)
 RSS Feed
 RSS Feed



0 comments:
Post a Comment